a. Ekonomi Ilahiyah (Ke-Tuhan-an)
Ekonomi Ke-Tuhan-an mengandung arti manusia diciptakan oleh Allah untuk memenuhi perintah-Nya, yakni beribadah, dan dalam mencari kebutuhan hidupnya, manusia dalam melaksanakan kegiatan ekonomi harus mengacu dan berdasar kepada ketentuan-ketentuan-Nya (Syariah). Hal ini sejalan dengan maksud dari QS. Thaha ayat 6 yang terjemahnya "milik-Nya lah apa yang ada di bumi dan di langit, apa yang ada di antara keduanya dan apa yang ada di bawah bumi" apabila direnungkan, maka ayat ini dapat dipahami sebagai pedoman manusia dalam seluruh kegiatan ekonomi. Karena pada dasarnya segala apa yang ada di bumi ini adalah milik Allah dan harus dikelola berdasarkan aturan-aturan yang telah Ia tetapkan.
b. Ekonomi Akhlak
Ekonomi akhlak mengandung arti kesatuan antara ekonomi dan akhlak harus berkaitan dengan sektor produksi, distribusi, dan konsumsi. Dengan demikian seorang muslim tidak bebas mengerjakan apa saja yang diinginkan atau yang menguntungkan tanpa mempedulikan orang lain.
c. Ekonomi Kemanusiaan
Ekonomi kemanusiaan mengandung arti Allah memberikan predikat ”Khalīfah” hanya kepada manusia, karena manusia diberi kemampuan dan perasaan yang memungkinkan ia melaksanakan tugasnya. Melalui perannya sebagai ”Khalīfah” manusia wajib beramal, bekerja keras, berkreasi, dan berinovasi.
d. Ekonomi Keseimbangan
Ekonomi keseimbangan adalah pandangan Islam terhadap hak individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi yang moderat tidak menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis. Di samping itu, Islam juga tidak menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam mengakui hak individu dan masyarakat secara berimbang. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa Sistem Ekonomi Syariah mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal kehidupan, namun penganut ajaran Islam sendiri seringkali tidak menyadari hal dimaksud. Hal itu terjadi karena masih berpikir dengan kerangka ekonomi kapitalis, karena berabad-abad dijajah oleh bangsa Barat, dan juga bahwa pandangan dari Barat selalu dianggap lebih hebat. Padahal tanpa disadari ternyata di dunia Barat sendiri telah banyak negara mulai mendalami sistem perekonomian yang berbasiskan Syariah.
No comments:
Post a Comment